Orde Baru adalah rezim yang berkuasa setelah Soekarno Proklamator Kemerdekaan Indonesia disingkirkan dengan "paksa".
Sang Proklamator harus membuat Surat Perintah Sebelas Maret bagi majunya Soeharto menjadi Presiden.
Pemberontakan PKI sebagai alat legitimasi agar Soeharto tampil setidaknya masih menjadi alat pembenaran sejarah hingga saat ini.
Tak ada angka pasti berapa banyak korban pembunuhan masal oleh rezim itu terhadap siapapun yang dianggap PKI. 500 ribu? Sejuta?
Tak ada pengadilan, tak ada penyidikan bahkan tak ada penyelidikan dilakukan untuk mengadili menetapkan bersalah, dan menghukum anggota, simpatisan bahkan mereka yang tak tahu menahu.
Siapapun dianggap bagian dari PKI, dibunuh, ditangkap dan dihilangkan tanpa proses apapun.
Namun nalar ceritanya menjadi aneh ketika harus diurutkan.
Yang memberontak adalah PKI. Apa makna pemberontakan dalam konsep bernegara? Pasti terkait dengan tindakan pembangkangan terhadap pemerintah yang sah. Biasanya terkait dengan rencana penggulingan sebuah pemerintahan yang sah.
Lantas kenapa PKI yang memberontak koq yang menggantikan Soekarno sebagai Presiden yang sah adalah Soeharto? Surat Perintah Sebelas Maret, itulah alasan pembenarannya.
Dimana surat itu? Hilang...!!
Selesai sudah masalah.
Mau ngeyel? Mati kamu..!! Anak sekarang akan bilang "masalah buat lo?"
Itulah gambaran sederhana tentang cerita aneh tersebut, tapi dipercaya. Gak percaya? Tak tembak kamu. Gampang kan?
Sejak saat itu, tak ada lagi orang berani bertanya tentang legalitas tersebut. Percaya sukur, gak percaya, ya harus percaya. Masih juga ngeyel...,hilang kamu..!!
Sejak saat itu, negara tenang. Tak ada orang atau rakyat ngeyel, apalagi demo. Tak ada suara kritis keluar dari mulut rakyat. Yang ada adalah mufakat. Semua keputusan selalu hasil mufakat.
Agama masuk dalam kolom KTP. WNI dipisah menjadi dua, asli dan keturunan. Tindakan rasis dimulai. Kebebasan berekspresi hilang tak berbekas. Semua demi stabilitas nasional.
Jadilah Soehrto berkuasa selama 32 tahun dan setiap pemilu selalu menang mutlak karena tiga partai yang diijinkan adalah partai dengan ketua umum yang diijinkan.
Semua hanya tentang ijin yang harus berasal darinya tanpa hak ngeyel siapapun. Korupsi tanpa rasa malu hanya akibat tak terbantahkan dari kondisi tanpa kekuatan penyeimbang layaknya negara demokrasi.
Untuk membuat gambaran sederhana bagaiman rasisnya hukum saat itu, sedikit guyon cerita satir warga keturunan untuk menggambarkan bagaimana sulitnya mereka hidup saat itu.
*
Seorang WNI keturunan karena satu dan lain hal mendatangi kantor Dinas dan Kependudukan.
"Selamat siang pak.."
"Ya ada keperluan apa koh?"
"Iya pak..,ini saya mau urus akte anak yang baru lahir"
Acong menyodorkan setumpuk berkas yang dengan sangat hati-hati telah disusun sejak malam tadi sedemikian rapi dan urut agar tak lagi ada kesulitan yang bakal ditimbulkannya.
Jangankan berkas kurang, kadang hanya salah susun saja, pejabat akan ngamuk dan memaki dengan kata-kata rasis.
Iya kalau sudah ngamuk trus proses dilanjutin, kadang, bahkan seringkali si China langsung diusir dengan alasan pejabat lagi gak ada ditempat tanpa tahu kapan ada lagi.
"Loh...,ini kenapa masih pakai nama Acong? Ini nama kamu?"
"Betul pak..."
"Kamu tahu hukum apa gak sih? Nama Acong bukan nama Indonesia...,kamu harus rubah dulu nama kamu menjadi nama Indonesia, baru kamu bisa urus akte anak kamu...!!"
"Iya pak....,saya salah pak..."
Sengaja Acong tak mengatakan hal sebenarnya kenapa namanya belum dirubah seperti aturan saat itu. Dia memang belum mengurus SBKRI.
(UU No 62 th 58 yang digunakan, namun khusus utk warga Keturunan China saat Orde Baru diharuskan saat membuat KTP)
Adalah wajib bagi WNI keturunan yang beretnis China dan India memiliki Surat Bukti Kewarganegaraan Indonesia (SBKRI), meski tujuh turunan sudah mereka beranak pinak dan tinggal di Indonesia.
"Saya bisa urus sekalian pak?"
"Ya...,kamu urus perubahan nama kamu dulu, baru nanti bikin yang buat anak kamu. Satu persatu ya...minta berkas diloket 7 itu..!!"
Bergegas Acong menuju loket 7 dan kemudian dia mulai mengisi formulir itu dengan data-data yang diperlukan.
Pada kolom nama yang akan dirubah, Acong merasa gamang, dia takut akan dipersalahkan lagi. Maka dia menghampiri petugas tadi...
"Maaf pak...,ini nama harus saya isi gimana ya pak..?"
"Ya diisi saja dengan nama yang kamu inginkan, tapi harus ada artinya ya... Nama Indonesia itu selalu bermakna, bukan asal comot..!"
"Saya belum tahu pak...,ini dadakan. Saya belum kepikir, bisa dibantu saya pak...??"
"Tulis saja Kasnowo."
"Artinya apa ya pak..?"
"Bekas Cino dadi Jowo hahahaha...😁"
Dengan muka sangat tersinggung akibat candaan tak lucu seorang petugas arogan itu, Acong kembali ketempat dia menulis.
"Ini pak, sudah jadi"
Saat petugas memeriksa dan membaca berkas itu, tatapan matanya terpaku pada pilihan nama Acong yang tertulis "Kasnowo Diponegoro".
"Heh...kenapa kamu pilih nama Pahlawan? Apa alasan kamu?"
"Saya cuma inget nama itu saja pak.."
"Nama jangan sembarangan, ada artinya gak?"
"Ada pak.."
"Apa artinya?"
"Jangan marah ya pak..."
"Loh itu pilihan kamu koq saya.harus marah. Suka-suka kamu.... Ada artinya gak?"
"Ada pak"
"Iya...apa artinya?"
"Harus saya bilang ya pak...? Kan di formulir juga gak dibilang harus laporin artinya."
"Kamu gak mau kasih tau?"
"Bukan gak mau kasih tau pak, saya takut bapak marah..."
"Loh...,itu nama kamu!! Arti juga buat kamu, kenapa saya marah? Sudah apa arti Kasnowo Diponegoro?"
"Bekas Cino Dadi Jowo, Dipekso Negoro pak...😁???"
Cerita berikutnya, Acong tak pernah lagi bisa mendapat apapun yang ingin diurusnya.
Masih pingin Orde Baru dan antek-anteknya balik? Percayai saja isu PKI yang tiba-tiba marak tanpa ada kejelasan apapun.
Dulu mereka berkuasa karena pemberontakan itu, kini isu yang sama dibangun kembali. Gak pinter babar blas..!!
.
.
.
Rahayu
Karto Bugel